MANDIRI

Jumat, 16 April 2010

Novel Kasidah-Kasidah Cinta


Sinopsis Kasidah-Kasidah Cinta
Novel dengan latar berwarna coklat yang dipadukan dengan warna biru tersebut, ditulis oleh Muhammad Muhyidin dengan mengangkat tema religi dalam percintaan. Novel ini mampu menghanyutkan perasaan dan hati setiap pembacanya. Di dalamnya tertulis sebuah kisah tentang perjuangan cinta antara Sriwiji, seorang anak kepala dukuh Tempelsari yang sangat cantik, shalihah, dan sangat ramah dan Nugroho, sebagai seorang pemuda penghuni dukuh Randualas yang sombong, kejam, bejat, dan suka melakukan maksiat, yang hanya disaksikan oleh kesenyapan Pegunungan Kendeng. Percintaan antar kedua insan itu ternyata banyak mengalami rintangan, terutama dari Ki Patmo, orang tua Sriwiji, dan juga Ki Singo selaku orang tua Nugroho. Ki Patmo digambarkan sebagai kepala dukuh Tempelsari yang sangat shalih sedangkan Ki Singo kepala dukuh Randualas yang jahat namun sayang terhadap anaknya. Novel religi ini diawali dengan pengenalan kedua dukuh yang ada dalam cerita.
Tersebutlah dua dukuh dengan dua wajah. Wajah satu dukuh bercahaya indah bak bulan purnama, sementara dukuh yang satunya mempunyai wajah bak raksasa baratakala. Dukuh bagai bulan purnama ini bernama dukuh Tempelsati yang terbentang di sebelah utara Pegunungan Kendeng, yang dihuni oleh kurang lebih enam puluh tiga kepala keluarga. Tiap-tiap keluarga adalah laki-laki dengan wajah bercahaya, dan tiap-tiap keluarga mempunyai satu hingga dua orang anak; yang laki-laki berparas tampan dimana bisa menjadikan seorang gadis terperosok untuk jatuh hati kepadanya; sementara yang perempuan berparas cantik dan akan membuat bulan malu unuk bersinar di malam tanggal lima belas. Ki Patmo adalah kepala dukuh Tempelsari yang sangat shalih dan ia mempunyai seorang anak perempuan bernama Sriwiji, seorang anak kepala dukuh Tempelsari yang sangat cantik, shalihah, dan sangat ramah yang selalu dikagumi di desa tercintanya itu. Sampai-sampai kedatangan Sriwiji dari menuntuk ilmu Islam pun menjadi suatu acara besar dalam desanya itu.
Berbeda dengan dukuh Tempelsari, maka wajah batarakala adalah wajah dukuh yang satunya, yang terletak di Selatan Pegunungan Kendeng. Dukuh ini bernama Dukuh Randualas, dan dihuni oleh sekitar tujuh puluh lima kepala keluarga Dan apa yang bisa dikatakan melihat perkembangan dukuh Randualas ini, karena setiap pergantian purnama, setiap itu pula ada pendatang baru-kecuali hal ini adalah bagian dari rencana rahasia ilahi yang bekerja pada pendukuhan Randualas itu. Setiap pemuda dalam dukuh itu hanya bisa melakukan perbuatan maksiat aau kejahatan lainnya, seperti membunuh baik membunuh hewan ataupun bahkan membunuh anak manusia sekalipun. Mereka tak pernah henti-hentinya untuk sekedar memabukkan diri pada tengan malam. Ki Singo kepala dukuh Randualas yang jahat namun sayang terhadap anaknya, Nugroho. Sedangkan Nugroho sendiri digambarkan sebagai seorang pemuda penghuni dukuh Randualas yang sombong, kejam, bejat, dan suka melakukan maksiat,
Kisah percinataan anatar keduanya dimulai ketika Sriwiji bersama ketiga teman-temannya hendak pergi ke sebuah air terjun tetapi tanpa sengaja mereka melihat seekor rusa yang dengan ketakutannya lari terengah-engah, dan ternyata binatang itu sedang dikejar-kejar semalaman suntuk oleh pemuda-pemuda Randualas yang kejam, Sriwiji dan juga teman-temannya merasa iba pada binatang yang tak bersalah itu. Tetapi tanpa disengaja ternyata kejadian itu menjadi awal pertemuan antar keduanya, Nugroho yang awalnya ingin membunuh binatang itu, hanya dapat terdiam menyaksikan wajah Sriwiji dengan kerudungnya yang bercahaya. Pertemuan tersebut sotak membuat mereka tak bisa melupakannya. Disinilah awal kiah “Kasidah-Kasidah Cinta” Sriwiji dan Nugroho.
Sejak kejadian itu, baik Nugroho ataupun Sriwiji hanya dapat membayangkan wajah keduanya. Setiap malammenjemput hari-hari Nugroho, ia selalu memandangi gelapnya langit dimalam hari dengan wajah Sriwiji yang terus mengikutinya. Tentunya hal tersebut membuat orang tua Nugroho menjadi terheran-heran akan perubahan putra yang seharusnya menjadi penerus ayahnya itu. Nugroho putra Ki Singo yang kejam jatuh hati pada Sriwiji yang adalah putri dukuh Tempelsari yang sangat cantik dan shalih. Nugroho terpikat oleh kecantikan Sriwiji sehingga ia tak mampu berkata apa-apa saat bertemu Sriwiji. Tak dapat dipungkiri pula wajah tampan Nugroho dapat menyita pikiran Sriwiji. Setiap malam pun wajah Sriwiji dengan setianya selalu menghampiri pikiran Nugroho.
Namun cinta mereka terhalang oleh kebiasaan dukuh masing-masing. Randualas yang kejam dan Tempelsari yang sangat taat pada agama. Sriwiji dianggap telah mencoreng nama baik dukuh Tempelsari karena tertangkap basah berduaan dengan Nugroho di puncak gunung Kendeng. Mereka dituduh berzina, padahal di sana Nugroho sedang belajar agama pada Sriwiji. Karena dibantu sahabatnya dan ibunya Sriwiji bisa pergi dari dukuh karena pada saat itu dukuh Tempelsari dan Randualas tengah berada dalam peperangan. Beberapa lama kemudian Nugroho menyusul Sriwiji ke rumah Kyai Muchtar. Di sanalah mereka menikah dan akhirnya Sriwiji pun hamil.
Peperangan kedua dukuh semakin menjadi-jadi, kepala dukuh Randualas disekap warga dukuh Tempelsari dan begipun sebaliknya kepala dukuh Tempelsari ditawan oleh warga Randualas. Mendengar hal itu Nugroho dan Sriwiji yang tengah mengandung sembilan bulan kembali ke dukuh masing-masing untuk menyelamatkan keduanya. Namun di sana mereka dianggap sebagai pengkhianat sehingga keduanya kabur dan dikejar hingga ke puncak gunung Kendeng. Sriwiji yang kelelahan berlari akhirnya melahirkan anaknya di sana meninggal setelah mengadzani anaknya yang baru lahir. Beberapa lama kemudian Nugroho datang dengan bersimbah darah dari dadanya dan menadzani anaknya yang berada di sisii istrinya yang telah meninggal. Kemudian Nugroho pun meninggal.
asad keduanya dimakamkan di puncak gunung Kendeng oleh warga kedua dukuh tersebut. Begitupun anak dari Sriwiji dan Nugroho yang diberi nama Lanang Randusari diasuh oleh kedua dukuh. Kedua dukuh tersebut pun menjadi rukun dan damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar